Kos Di Antara Dua Makam

Satu tahun lalu, tepatnya tahun 2011 lalu, aku menempati kos baru yang kedua kalinya di kota pahlawan yang terkenal dengan patung Jenderal...

Satu tahun lalu, tepatnya tahun 2011 lalu, aku menempati kos baru yang kedua kalinya di kota pahlawan yang terkenal dengan patung Jenderal Sudirman ini. Awalnya, aku happy banget kos di sini. Bagaimana tidak? Rumahnya luas, kamarnya luas, lemarinya besar, tempat tidur boleh milih mau dipan atau ranjang single, seprainya masih baru. Pokoke, semua serba baru: kulkas, kompor, perlengkapan mandi, hingga peralatan dapur. Penghuninya pun asoy geboy. Diajak asyik dapat, diajak religi masuk, diajak diskusi nyambung. Hmm, hebatnya kan kos-kosan aku ini.

Namun, semua pandangan itu berubah, begitu aku tahu kalau di depan gang dan belakang kos ternyata makam. Awalnya, dua makam ini tidak menggangguku. Bagiku semua ini biasa saja. Seperti kebanyakan rumah, kan ada kontrakan, bengkel, dan ... makam. Kekurangan dari kosku ini cuma satu: jarang ada pedagang. 

Elok dan wingki, dua sahabatku membeli makanan tepatnya malam jumat, mereka hanya jalan kaki berdua menuju kedepan gang. dan aku hanya sendiri di kos yang luas ini, duo devi dan mira, 3 penghuni kos lainnya sedang hang out, maklum anak muda

Selesai membaca Yassin, aku mendengar suara gaduh disertai suara orang berlari. Ribut sekali. Tak lama kemudian, pintu kos terbuka, aku keluar kamar. Elok dan Wingki terengah-engah napas karena berlari-lari.

"Ada apa, hey?" tanyaku.

"Sudah, sudah... jangan ceritaaaaaa!" jerit Elok. Wingki pun diam saja sambil senyum senyum.

"Ayo makan, aku dah lapar," ajak Eok tanpa mau membahas penyebab mereka berlari.

* * * 

Beberapa hari kemudian, Elok pun bercerita. "Waktu itu, kamu tauk kenapa aku gak cerita?"

Aku mengedikkan bahu.

"Soalnya, aku takut. Waktu itu kan pas bener malam Jumat. Terus yang bakal kita ceritain itu pas di depan kuburan tu." Tunjuk Elok ke depan gang. 
"Emang cerita apa? Kok aku jadi penasaran deh?"

"Waktu aku beli mie, aku kan minta bapaknya masuk ke gang. Si bapak mie itu nanya, 'kos di mana mbak?' Aku tunjuk aja ke dalam gang. Terus dia bilang, 'saya malas mbak masuk ke dalam sana.'

'Lha kenapa, Pak? Kami susah cari makan lho gara-gara gak ada bakul lewat.'

'Bukan cuma saya mbak. Tapi banyak orang males lewat jalan ini mbak. Apalagi masuk dalam gang itu. ssttt... jalan ini ada penunggunya lho mbak. Di atas pohon itu, sering nangkring "wanita".'" 

Mendengar cerita itu, aku hanya menanggapi tertawa kecil. "Elok... Elok... Yaiyalah, kamu kan lewat gang itu malam-malam pas lagi banyak-banyaknya hantu. Di kamar kamu juga ada." Aku meninggalkan Elok sendirin di kamarnya dengan mimik memelas. Aku takut-takuti saja, "Amiiiii... takuttttt."

* * *

Siang itu, Mira mendekati aku yang tengah santai duduk di depan kamar.

"Mbak, lagi sibuk?"

"Ah, gak. Biasa. Lagi santai aja. Kenapa?" 

"Gini mbak, semalem aku digangguin."

"Hah?"

"Iya, semalem kan aku bangun jam 2. Niatnya mau sholat Tahajud mbak. Tapi, aku ngerasa ada yang ngeliatin dari luar jendela kamar mbak. Aku gak jadi sholat terus tidur aja nutupin badan sambil selimutan."

"Hihihi..." aku terkikik, "Barangkali, dia mau kenalan sama kamu."

"Ih, mbak ni, gak seru."

Tak hanya, Mira dan Elok yang diganggu. Wingki ikut-ikutan diganggu. Aku berpikir semua penghuni kos di sini kok penakut semua.

Tapi, semua itu salah. Ketika Reni dan Devi masuk ke kos, "gangguan-gangguan" lain terasa makin menguat. Menurut penuturan kedua teman kosku itu, waktu magrib kamarnya yang ada di lantai 2 mulai diganggu. Misalnya, salah satu kran di wastafel mengeluarkan air sendiri.

Waduh, kenapa belakangan kos ini jadi terasa angker ya? Celetukku. 

Nah, akhirnya gangguan terakhir mengarah padaku. Sebuah langkah kaki menaiki tangga tepat di depan kosku pada suatu malam. Waktu itu suasana kos sunyi betul. Padahal biasanya ada 1 atau 2 temanku yang begadang hingga larut malam. Aku mencoba tidur tapi suara itu sungguh mengganggu. "Ya, ampun ini hantu, mengganggu betul rasanya. Arrgh..." Aku memaksakan diri untuk tertidur.

Sore hari menjelang senja, aku menikmati suasana pinggiran kota sambil memandang sunset kota ini. Tak ada orang selain aku sehingga tak ada yang bisa mengganggu. Aku duduk tepat di samping jendela kamar Devi. Tiba-tiba, jendela kamar Devi terbuka, seperti ada yang mendorong dari dalam kamar. Aku cuek saja, aku pikir pasti anak-anak mau menggangguku. Sejak ada isu hantu di kos, semua anak mencoba saling mengganggu satu sama lain.

Tak lama Seti, teman satu kamar Devi yang baru, datang. Dari atas aku berteriak, "Seti, tadi masuk kamar ya?"

Dengan wajah bingung Seti menjawab, "Aku baru datang mbak, kenapa?"

"Kamu tadi ke kamar ataskah?" Seti menggeleng sambil kembali melanjutkan obrolan dengan temannya.

Tampaknya hantu alert makin merajalela. 

* * *

Semua penghuni kos berkumpul di ruang tengah. Kami sedang makan malam, ngerumpi, ketawa-ketiwi, ketika tiba-tiba dari lantai 2 terdengar suara berisik namun pelan. Seperti suara pintu dibanting, meja digeser, dan piring jatuh. Awalnya pelan. Kami kira itu berasal dari rumah tetangga. Tak lama kemudian, suara itu makin keras dan menuju tangga. Tanpa menunggu komando, kami semua menuju pintu keluar, dengan panik masing-masing mencari kunci pintu. Kami menghambur keluar dari kos dan berteriak, "Besok pindahhh!!!"

Related

Horor 2844506135092600178

Posting Komentar

emo-but-icon

Artikel Populer

Artikel Terbaru

item